Selasa, 12 Desember 2017

Guru, Salah Pengajaran Dari Mu Menjadi Malpraktek Bagi Anak Didik Mu

Guru, Salah Pengajaran Dari Mu Menjadi Malpraktek Bagi Anak Didik Mu
Hasil gambar untuk gambar guru sedang mengajar
Pada masa sekarang banyak kasus malpraktek yang dilakukan oleh seorang dokter, malpraktek sendiri dalam kedokteran didefinisikan sebagai kelalaian  oleh seorang profesional kesehatan atau penyedia layanan kesehatan dimana perawatan yang diberikan berada dibawah standar medis (SOP) yang menyebabkan kerugian, kecacatan atau kematian pada pasien. Lalu apa hubungannya malpraktek dengan profesi keguruan?. Apakah profesi seorang guru sama dengan profesi seorang dokter? Apakah guru melakukan operasi pada siswa?. Tidak guru bukan seorang dokter, guru pun tidak melakukan operasi pada siswa, malpraktek disini diambil dari sisi profesi dimana secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek berati pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Jadi ada dua unsur dalam malpraktek yang pertama, kelalaian profesi dalam melaksanakan prosedur dan kedua, mengakibatkan kerugian. Malperaktek disini bukan berarti guru melakukan kesalahan tindakan operasai kepada muridnya namun lebih kepada kesalahan dalam prosedur pengajaran seperti kesalahan pemberian konsep(miskonsepsi) kesalahan dalam kecurangan pemberian kunci jawaban dan lain sebagainya
Dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja malpraktek yang dilakukan oleh seorang guru akan menyebabkan kerugian pada siswa, mungkin bukan hanya kepada satu siswa tetapi bisa jadi menyebabkan kerugian pada seluruh siswa. Jika seorang guru telah melakukan malpraktek kepada siswa maka dampak yang akan timbul bukan hanya kepada masa depan siswa namun juga kepada masa depan bangsa karena siswa merupakan bibit penerus bangsa
Untuk lebih mengetahui apa yang dimaksud dengan malpraktek dalam profesi keguruan  mari kita bahas satu persatu.

Guru Sosok Yang Sangat Dipercayai Siswa
Guru menurut falsafah jawa diartikan sebagai sosok tauladan yang harus di “gugu dan ditiru” dalam falsafah jawa ini guru dianggap sebagai pribadi yang tidak hanya bertugas mendidik dan mentransformasi pengetahuan didalam kelas saja, melainkan lebih dari itu guru dianggap sebagai sumber informasi perkembangan kemajuan masyarakat kearah yang lebih baik. Dengan demikian tugas dan fungsi guru tidak hanya terbatas didalam kelas saja melainkan jauh lebih kompleks dan dalam makna yang lebih luas. Dalam konteks sekolah, guru akan selalu menyampaikan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupan siswanya baik secara akademis maupun pribadi. Guru juga diharapkan bertingkah laku sesuai dengan azas moral dan adat istiadat setempat. Ketika seorang memutuskan menjadi guru, maka ia harus memahami bahwa ia sedang memutuskan untuk menjadi bagian dari kehidupan individu-individu yang di didiknya. Secara bawah sadar, anak didik yang bernaung dikelasnya berharap banyak bahwa mereka akan mendapat berbagai pengetahuan dan kemampuan untuk bekal hidupnya. Harapan itu pun tentu saja juga merupakan harapan orang tua, masyarakat dan negara. Karena guru merupakan salah satu faktor, berkualitas atau tidaknya masa depan penerus bangsa maka seorang guru harus menjalankan proses pembelajaran dengan baik dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan.
Malpraktek dalam Profesi Keguruan
Dalam profesi keguruan malpraktek yang dilakukan tidak sama dengan malpraktek yang dilakukan oleh seorang dokter dalam menangani seorang pasien. bahkan bisa jadi malpraktek yang dilakukan oleh seorang pendidik jauh lebih banyak dibandingkan dalam dunia kedokteran. Karena kita tahu bahwa prosedur yang ada dalam dunia pendidikan bukan hanya berkepentingan dengan urusan fisik manusia saja, namun juga pada kognisi, afeksi, dan psikomotorik manusia. Dari sekian banyak prosedur yang menjadi malpraktik oleh seorang guru diantaranya saat guru salah memberikan materi, konsep atau informasi kepada peserta didik (miskonsepsi), kesalahan ini sering terjadi pada proses pembelajaran dan sayangnya guru tidak menyadari betapa besar dampak dari miskonsepsi tersebut bagi pengetahuan anak, hal ini sering saya temukan pada saat saya melakukan proses pembelajaran dimana saya salah memberikan pengertian dari materi yang diajarkan, dan itu dampaknya sangat besar, karena disini siswa percaya sepenuhnya kepada informasi yang diberikan oleh guru, dan siswa akan mengingat miskonsepsi tersebut sampai ia kejenjang dewasa, seperti contoh kita salah memberikan materi bahwa matahari mengitari bumi namun sebenarnya bumilah yang mengitari matahari, jika kita tidak memperbaiki konsep tersebut maka seumur hidupnya anak didik tersebut akan mengingat konsep salah yang kita berikan, contoh lain malpraktek dalam profesi keguruan adalah saat guru salah memberikan instruksisaat melakukan percobaan  pada peserta didik maka peserta didik akan melakukan kesalahan yang dapat berakibat cedera. Karena disini siswa sangat percaya kepada informasi dan perintah yang diberikan oleh guru jadi siswapun terkadang tidak menyadari bahwa hal yang diberikan oleh guru tersebut adalah salah dan terjadilah malpraktek kepada siswa.

Orang yang Tidak Mempunyai Kualifikasi Untuk Mengajar Salah Satu Penyebab Malpraktek Dalam Pendidikan.
Banyak guru yang lulusan non kependidikan tetapi nekat menjadi guru, karena kalah bersaing dibidang yang lain. Betapa banyak kita jumpai bahwa lulusan hukum mengajar menjadi guru sekolah dasar atau lulusan ekonomi menjadi guru agama, dengan alasan, toh sudah pernah mendapat ilmu itu saat masih sekolah atau toh nanti belajar lagi pasti bisa mengimbangi, memang tidak dilarang, boleh-boleh saja, tetapi jika salah konsep dan penjelasan akan menyesatkan peserta didik juga nantinya. Ini pun tidaak masuk akal menurut saya dimana lulusan fakultas jika ingin menjadi guru  negeri tetap harus mengikuti PPG disamakan dengan lulusan fakultas lain lebih parahnya lagi lulusan jurusan apapun bisa menjadi guru negeri (PNS) asal sudah mengikuti PPG. Jika kita bercermin disisi lain, lulusan dari jurusan fakultas pendidikan saja tidak boleh melakukan praktek kedokteran, kalau saja mereka memaksakan diri menjadi dokter, maka tentu akan disebut dokter gadungan, atau jika seorang lulusan jurusan pendidikan ingin menjadi ahli hukum atau pengacara maka tidak akan bisa. Maka menurut saya jika lulusan dari fakultas pendidikan yang sudah mempelajari prosedur cara mengajar saja masi bisa membuat kesalahan, bagaimana dengan jurusan lain yang kuliahnya bukan mempelajari tentang prosedur mengajar.

Dampak Malpraktek Bukan Hanya Sekedar Hubungan Mu Dengan Anak Didikmu Melainkan Juga Dengan Tuhan
Jika dalam kedokteran dampak dari malpraktek adalah kecacatan atau kematian yang dapat terlihat dan terasa oleh indera, maka dalam dunia pendidikan dampak dari malpraktek lebih luas dari itu dampaknya tidak langsung terjadi pada hari itu namun akan terjadi dimasa yang akan datang, masa depan bangsa bahkan akan terancam akibat malpraktek yang dilakukan oleh tenaga pendidik, contohnya saja dalam pemberian bocoran jawaban kepada siswa saat UN malpraktek jenis ini akan medemotivasi siswa lain, siswa yang belajar sungguh-sungguh terkalahkan oleh temannya yang tidak pernah belajar.  Dampak lainnya adalah hasil atau nilai yang didapat adalah abal-abal alias palsu, kelak siswa yang demikian akan mencari jalan pintas untuk memperkaya diri tanpa susah payah dan akan berdampak pada penurunan moral penerus bangsa kita, dan jika seorang pendidik melakukan malpraktek dalam konteks salah menyampaikan materi maka dampaknya adalah anak tersebut akan mengingat materi yang salah tersebut hingga ia tumbuh dewasa. Maka dari itu jika seorang pendidik melakukan malperaktek maka hubungannya bukan hanya dengan manusia tetapi juga dengan tuhan karena selagi siswa tersebut menggunakan ilmu yang salah yang diberikan oleh pendidik maka selama itu pula dosa yang akan ditanggung oleh pendidik tersebut.

Hal yang Didapat
Melalui pengajaran yang telah dilakukan banyak sekali hal yang saya dapatkan terutama ternyata menjadi guru itu tidak mudah dan beban yang harus ditanggung pun besar, karna ditangan seorang pendidik terdapat harapan dari anak didik, orang tua dan bangsa. Jangan sampai kita sebagai tenaga pendidik melakukan malpraktek kepada anak didik kita, dan jika terjadi kesalahan pun pada saat proses pembelajaran harus dilakukan perbaikan agar tidak terjadi kesalahan konsep. Karena ditangan kitalah masa depan penerus bangsa dididik, jika pendidik berkualitas maka aset bangsapun akan berkualitas pula.

Selasa, 10 Januari 2017

artikel uas filsafat pendidikan

Tidak Ada Manusia Yang Tidak Berfilsafat ?

Sebagai manusia kita tidak pernah terlepas dari yang namanya filsafat, sadar atau tidak sadar kita sebenarnya sudah menjalankan sebuah proses yang mendalam tentang kegiatan berfilsafat. Filsafat adalah ilmu istimewa yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat di jawab oleh ilmu pengetahuan biasa, karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. 
Filsafat merupakan studi tentang seluruh fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak di dalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran, dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Seperti yang dikatakan oleh Immanuel khant Immanuel Kant. Immanuel khant sendiri adalah seorang filsuf termasyhur dari Jerman memiliki tiga pokok pemikiran yang harus diketahui terlebih dahulu, dikarenakan pemikirannya begitu original dan terlihat berbeda dari pemikiran para filsuf sebelumnya terutama berangkat dari filsuf Inggris bernama David Hume. Berikut ini pokok pemikirnnya:
1.      Panca indera, akal budi dan rasio. Kita sudah tahu tentang arti empirisme yang mementingkan pengalaman inderawi dalam memperoleh pengetahuan dan rasionalisme yang mengedepankan penggunaan rasio dalam memperoleh pengetahuan, tetapi rasio yang kita ketahui adalah sama dengan akal dan logis, namun Kant memberi definisi berbeda. Pada Kant istilah rasio memiliki arti yang baru, bukan lagi sebagai langsung kepada pemikiran, tetapi sebagai sesuatu yang ada “di belakang” akal budidan pengalaman inderawi. Dari sini dapat dipilah bahwa ada tiga unsur yaitu akal budi (Verstand), rasio (Vernunft) dan pengalaman inderawi.
  1. Dalam filsafatnya Kant mencoba untuk mensinergikan antara rasionalisme dan empirisme. Ia bertujuan untuk membuktikan bahwa sumber pengetahuan itu diperoleh tidak hanya dari satu unsur saja melainkan dari dua unsur yaitu pengalaman inderawi dan akal budi. Pengetahuan a-priori merupakan jenis pengetahuan yang datang lebih dulu sebelum dialami, seperti misalnya pengetahuan akan bahaya, sedankan a-posteriori sebaliknya yaitu dialami dulu baru mengerti misalnya dalam menyelesaikan Rubix Cube. Kalau salah satunya saja yang dipakai misalnya hanya empirisme saja atau rasionalisme saja maka pengetahuan yang diperoleh tidaklah sempurna bahkan bisa berlawanan. Filsafat Kant menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan gabungan (sintesis) antara keduanya.
  2. Dari sini timbullah bahwa Kant adalah seorang Kopernikan dalam bidang filsafat. Sebelum Kant, filsafat hampir selalu memandang bahwa orang (subjek) yang mengamati objek, tertuju pada objek, penelitian objek dan sebagainya. Kant memberikan arah yang sama sekali baru, merupakan kebalikan dari filsafat sebelumnya yaitu bahwa objeklah yang harus mengarahkan diri kepada subjek. Kant dapat dikatakan sebagai seorang revolusioner karena dalam ranah Filsafat Immanuel Kant pengetahuan ia tidak memulai pengetahuan dari objek yang ada tetapi dari yang lebih dekat terlebih dahulu yaitu si pengamat objek (subjek). Dengan ini tambah lagi salah satu fungsi filsafat yaitu membongkar pemikiran yang sudah dianggap mapan dan merekonstruksikannya kembali menjadi satu yang fresh, logis, dan berpengaruh.
Pemikiran Kritisisme Immanuel Kant Filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel kant. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Perkembangan ilmu Immanuel Kant mencoba untuk menjebatani pandangan Rasionalisme dan Empirisisme, teori dalam aliran filsafat Kritisisme adalah sebuah teori pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsur dari filsafat Rasionalisme dan disini kekuatan kritis filsafat sangatlah penting, karena ia bisa menghindari kemungkinan ilmu pengetahuan menjadi sebuah dogma. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Apakah yang dapat kita ketahui?
2.      Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
3.      Sampai dimanakah harapan kita?
4.      Apakah yang dinamakan manusia?
Menjawab dari pertanyaan Immanuel khant yang pertama “Apakah yang dapat kita ketahui? “ menunjukkan adanya pengakuan bahwa adanya batasan-batasan terhadap sesuatu yang harus diketahui oleh manusia. Uraian mengenai batas pengetahuan ini menghasilkan teori kritik Akal Murni (Critique of Pure Reason). Hal ini berkaitan dengan cabang ilmu pengetahuan yaitu metafisika. Metafisika berasal dari bahasa yunani yakni meta artinya setelah atau di balik dan phisika artinya hal-hal di alam. Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses analitis atas hakikat fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang menyertainya. Kajian mengenai metafisika umumnya berporos pada pertanyaan mendasar mengenai keberadaan dan sifat-sifat yang meliputi realitas yang dikaji. Pemaknaan mengenai metafisika bervariasi dan setiap masa dan filsuf tentu memiliki pandangan yang berbeda. Secara umum topik analisis metafisika meliputi pembahasan mengenai eksistensi, keberadaan aktual dan karakteristik yang menyertai, ruang dan waktu, relasi antar keberadaan seperti pembahasan mengenai kausalitas, posibilitas, dan pembahasan metafisis lainnya. Mengingat jangkauan kajian yang dipusatkannya, metafisika menjadi sebuah disiplin yang fundamental dalam kajian filsafat. Sepanjang sejarah kefilsafatan, metafisika menjangkau problem-problem klasik dalam filsafat teoretis. Umumnya kajian metafisika menjadi "batu pijakan" atas struktur gagasan kefilsafatan dan prinsip-prinsip yang lebih kompleks untuk menjelaskan problem lainnya. Sehingga, dalam pemahaman metafisika klasik, metafisika membahas pertanyaan-pertanyaan mendasar yang jawaban-jawaban atasnya dapat digunakan menjadi dasar bagi pertanyaan yang lebih kompleks. Misalnya: adakah maksud utama dalam beradanya dunia ini? Lalu apakah keberadaannya sebatas keberadaan yang "mengada" atau dependen terhadap keberadaan lainnya?; Apakah tuhan/tuhan-tuhan ada? Lalu, jika ada, apa saja hal-hal yang bisa manusia tahu/tidak tahu tentangnya?; Benarkah terdapat hal semacam intellectus, terutama dalam pembahasan mengenai pembedaan antara problem pemisahan entitas jiwa–badan?; Apakah jiwa sesuatu yang nyata, dan apakah ia berkehendak bebas?; Apakah segalanya tetap atau berubah? Apakah terdapat hal atau relasi yang selalu bersifat tetap yang bekerja dalam berbagai fenomena?; dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang sejenis. Objek bahasan metafisika bukan semata-mata hal-hal empiri atau hal-hal yang dapat dijangkau oleh pengamatan individual, melainkan hal-hal atau aspek-aspek yang menjadi dasar atas realitas itu sendiri. Klaim-klaim atas metode dan objek kajian metafisika telah menjadi problem perenial kefilsafatan.
Menjawab pertanyaan Immanuel Khant yang kedua mengenai “apa yang seharusnya kita kerjakan?” menunjukkan adanya pengakuan akan adanya yang lain yang membatasi aktivitas manusiawi kita, keberadaan yang lain itulah yang kemudian menekankan apa yang harus kita lakukan, bukannya apa yang ingin kita lakukan. Keinginan diri selalu dibatasi kemestian dari yang lain, karena itu keinginan tergantikan oleh keharusan. Hal ini berkaitan dengan etika manusia. Etika berasal dari bahasa yunani kuno yakni “ethikos” artinya “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenal standar dan penilaian moral. Adapun batas pengetahuan mengenai etika ini menghasilkan teori batas tindakan manusia menghasilkan Kritik Akal Praktis (Critique of Practical Reason). Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan etika yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan baik. Etika filsafat merupakan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik dan buruk. Etika sebagai cabang filsafat sebenarnya yang membedakan manusia daripada makhluk Tuhan lainnya dan menempatkannya bila telah menjadi tertib pada derajat di atas mereka. (M. Yatimin Abdullah: 2006).
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Mohamad Mufid: 2009 bahwa etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak.
Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semuah norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moral yang otonom. Ciri khas etika filsafat itu dengan jelas tampak juga pada perbuatan baik-buruk, benar-salah, tetepi diantara cabang-cabang ilmu filsafat mempunyai suatu kedudukan tersendiri. Ada banyak cabang filsafat, seperti filsafat alam, filsafat sejarah, filsafat kesenian, filsafat hukum, dan filsafat agama. Sepintas lalu rupanya etika filsafat juga menyelidiki suatu bidang tertentu, sama halnya seperti cabang-cabang filsafat yang disebut tadi. Semua cabang filsafat berbicara tentang yang ada, sedangkan etika filsafat membahas yang harus dilakukan. Karena itu etika filsafat tidak jarang juga disebut praktis karena cabang ini langsung berhubungan dengan perilaku manusia, dengan yang harus atau tidak boleh dilakukan manusia.
Perlu diakui bahwa etika sebagai cabang filsafat, mempunyai batasan-batasan juga. Contoh, mahasiswa yang memperoleh nilai gemilang untuk ujian mata kuliah etika, belum tentu dalam perilakunya akan menempuh tindakan-tindakan yang paling baik menurut etika, malah bisa terjadi nilai yang bagus itu hanya sekedar hasil nyontek, jadi hasil sebuah perbuatan yang tidak baik (M. Yatim Abdullah: 2006).
Menjawab pertanyaan Immanuel Khant yang ketiga mengenai “sampai dimanakah harapan kita?” menunjukkan kesadaran Kant bahwa tidak semua hal bisa diketahui, selalu ada yang terlepas dari daya pengetahuan kita. Dari kesadaran tersebut memunculkan sesuatu yang harus diyakini atau keyakinan, yaitu agama. Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.adapun batas pengetahuan mengenai batas akan harapan manusia menghasilkan teori kritik Penimbangan (Critique of Judgment).
Menjawab pertanyaan Immanuel Khant yang keempat mengenai “apakah yang dinamakan manusia?” menujukkan adanya kesadaran untuk mengetahui fungsi dan kedudukan manusia di muka bumi. Ini berkaitan dengan cabang ilmu pengetahuan yaitu antropologi. Antropologi adalah ilmu tentang manusia, masa lalu dan kini, yang menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal") atau secara etimologis antropologi berarti ilmu yang memelajari manusia. Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya (Inggris cross-cultural) dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview).
Dari penjabaran diatas dapat diketahui bahwa filsafat menurut Immanuel Khant adalah : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: apakah yang kita ketahui? (dijawab oleh metafisika). Apa yang harus kita kerjakan? (dijawab oleh etika). Sampai dimanakah harapan kita (dijawab oleh keimanan/agama). Apakah yang dinamakan manusia (dijawab oleh antropologi).
Kemudian kita sering menjumpai pertanyaan tentang siapa saya? Hal ini merupakan sesuatu yang sering ditanyakan dalam filsafat, Sejauh mana kita mengenal diri kita. Apakah selama ini kita menjalani kehidupan tanpa mengenal diri kita, tidak tahu apa tugas kita, dan tidak tahu kemana tujuan kita. Betapa penting mengenal diri sendiri sebelum kita mengenal arti kehidupan yang lain. Sulit bagi orang yang tidak memahami dirinya untuk menggapai hidup dalam ketenangan dan kesejahteraan.
Bagaimana konsep jati diri kita, apakah sudah benar ataukah salah? Jika salah maka itu sangat berbahaya bagi diri kita. Maka dari itu penting dalam penulisan pada lembaran pertama saya ini mengenai Jati Diri. Sejauhmana kita mengenal diri ini. Begitu banyak konsep-konsep jati diri menurut para pakar pengembangan diri. Namun sebagai muslim yang baik kita kembalikan pertanyaan, dan persoalan hidup ini kepada Al-Qur’an karena di sanalah kita akan menemukan konsep jati diri yang sebenarnya menurut Islam.
1. Apa Itu Jati Diri. Secara umum dalam mengenal jati diri selalu dikaitkan oleh 3 pertanyaan seperti ini :
a.       Siapa aku ?
b.      Dari mana aku ?
c.       Dan aku mau kemana ?
Pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang simple namun, tidak semua orang mampu menjawabnya. Karena membutuhkan pemikiran yang sangat mendalam agar tidak salah dalam memahami dan mengenal diri ini.
2. Apakah kita boleh mengabaikan Jati Diri.
Tidak, kita tidak boleh mengabaikan siapa diri kita sebenarnya. Karena sesungguhnya setelah kita mengenal diri kita maka kita akan mengetahui makna dan tujuan hidup kita di dunia. Mereka yang mengabaikan masalah jati diri adalah orang-orang yang tidak memiliki keberanian untuk memahami hidupnya. Maka jadilah mereka orang-orang yang labil, ikut-ikutan, dan berjalan tanpa arah.
Mereka berkata “Jalani saja hidup ini”. Maukah kalian menjalani kehidupan ini tanpa arah dan tujuan? Yang nantinya berakhir dengan kesedihan. Saya pribadi tidak mau. Saya ingin hidup saya ini bisa sejahtera, dan berakhir dengan senyuman indah. Maka kita harus tahu dan harus menemukan jati diri kita agar kita tahu arah tujuan hidup kita.
3.Dimana kita bisa menemukan Jati Diri.
Jati diri selalu di identikkan dengan bakat, potensi dan keunikan yang ada dalam diri kita. Tidak ada yang salah dalam opini tersebut, karena opini tersebut berguna untuk mengetahui potensi kerja kita di mata masyarakat. Pengenalan diri kita kepada masyarakat. Karena notabene manusia diciptakan dengan keunikan, bakat dan potensi masing-masing. Namun ada hal yang lebih utama dari keotentikan diri seperti bakat, potensi dan keunikan. Dan mereka yang telah menemukan bakat, potensi dan keunikan itu bahkan belum menemukan jati diri mereka sesungguhnya. Tak jarang banyak mereka yang sukses dalam hidup namun masih merasa tak puas dalam menjalani hidup, tak tenang, tak tenram dan tak bahagia.
Hanya Allah yang tahu siapa kita, untuk apa kita ada, dan mau kemana kita. Karena Allah yang menciptakan kita. Dan kita sering tak sadar dalam mencari konsep jati diri sesungguhnya sebagai manusia, selain hanya mengejar kesuksesan di dunia ini. Mari kita mulai mengenal jati diri yang sesungguhnya.
Unsur filsafat juga terdapat dalam Visi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa : UNITRTA memiliki visi yaitu terwujudnya univeritas terbaik yang memiliki kemandirian, kreativitas, inovasi, unggul dan kompetitif dalam bidang pendidikan, penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pengabdian kepada masyarakat. Dengan misi (1) meningkatkan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan, (2) meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengabdian masyarakat yang inovatif berbasis kebutuhan nyata. (3) meningkatkan daya dukung tata kelola perguruan tinggi yang baik (good university governance). Jika dikaji dengan menggunakan empat pertanyaan pokok Immanuel Kant maka apa yang saya harapkan sudahlah jelas bahwa mengharapkan UNTIRTA mampu menjadi universitas yang memiliki kualitas dari kemandiriannya yang dalam kemandiriannya ini dapat diwujudkan dengan mandiri dalam hal menjadi universitas yang mampu menjadi universitas yang dapat berdiri dengan kemampuan untirta itu sendiri tanpa adanya interfensi dari pihak-pihak tertentu dan mandiri dalam mencukupkan segala kebutuhan yang dibutuhkan bila dalam segi finansial maka diharapkan unitrta mampu membiayai segala hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran dengan pengembangan kewirausahaan universitas sehingga mendapat kemandirian dalam segi finansial itu sendiri. Selain itu pertanyaan apa yang dapat saya ketahui meninjau dari visi dan misi yakni dapat mengetahui bahwa dalam proses pembelajarannya nanti akan dihadapkan pada bagaimana relevansi pendidikan yang ditekuni dengan permasalahan yang ada di tengah masyarakat sehingga ketika melakukan penelitian, pengabdian, dan terjun di tengah masyarakat tersebut mampu mencari relevansi pengetahuan akademik dengan pemecahan masalah yang konkrit terjadi ditengah masyarakat seperti halnya dalam proses pembelajaran penulis sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Sosiologi sendiri merasakan bahwa ketika dalam proses pembelajaran selalu dihadapkan mengenai bagaimana relevansi teori dengan permasalahan yang ada sehingga penulis mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan teori yang telah di dapat tersebut. Yang kemudian pertanyaan apa yang seyogyanya saya lakukan dapat terjawab yaitu menjalankan misi yang ada di untirta seperti memacu diri penulis untuk meningkatkan kualias dari segi keilmuan dengan mempelajari materi yang relevan dengan pendidikan yang sedang dijalani, karena kualitas suatu universitas itu bergantung pada bagaimana kualitas individu mahasiswanya itu sendiri sehingga dengan meningkatnya kualitas diri mahasiswa akan mampu mendukung terlaksananya misi meningkatkan kualitas itu sendiri. Dan pertanyaan siapa saya dapat dijawab dengan berkaca pada visi dan misi maka penulis adalah seorang mahasiswa  ilmu sosial yang sedang menjalankan proses pendidikan pada jenjang sarjana dengan berupaya meningkatkan kualitas diri dan mencoba untuk dapat merelevansikan teori yang didapatkan guna menjadi pemecahan masalah bagi permaslahan yang nyata terjadi ditengah masyarakat itu sendiri dan mampu memenuhi kebutuhan nyata masyarakat dari segi sosialnya melalui kajian yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan itu sendiri. Sehingga dituntut memiliki fleksibelitas sebagai mahasiswa yang mampu beradaptasi sehingga berdampak pada tercapainya visi dan misi melalui inovasi dan kreativitas dalam pemecahan masalah yang dilakukan. Dengan demikian filsafat pendidikan melalui empat pokok pertanyaan telah mampu membantu dalam menganalisis visi misi untirta yang juga mampu menjadi lembaga pendidikan yang dapat dijadikan sebagai tempat mencari bekal dalam menghadapi era modernisasi seperti sekarang ini setelah ditinjau dari empat pertanyaan utama Immanuel kant ini membantu dalam proses pemikiran kritis apakah untirta layak menjadi universitas yang mampu membantu pembekalan di hari esok guna tercapainya kesejahteraan yang diidamkan oleh khalayak, yang selama ini tak jarang ada yang memandang sebelah mata mengenai univeristas yang katanya belum masuk sebagai universitas favorit tingkat nasional namun sebenarnya keberhasilan mencapai kesejahteraan individu tidaklah melulu mengenai dimana ia menimba ilmu tapi juga mengenai usaha, kemauan dan kualitas si individu itu sendiri terlepas dari mana institusi mana ia mendapat ilmu pengetahuan itu.
Jadi dari sekian banyak penjambaran diatas bahwa filsafat  sudah ada dan tertanam dalam kehidupan manusia sehari-hari, dapat disimpulkan pula bahwa filsafat tidak dapat dipisahkan dari manusia, setiap manusia pasti berfilsafat meskipun manusia itu tidak tahu dan mengerti apa itu filsafat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada manusia yang tidak berfilsafat. Semua aspek yang dilakukan manusia tidak bisa lepas dari aktivitas filsafat. Sesuai dengan makna kata filsafat itu sendiri bahwa filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Ini artinya bahwa menuju kebijaksanaan tersebut memiliki proses yang harus dipikirkan oleh manusia untuk mencapainya. Akal sebagai alat primer dari diri manusia sekaligus pembeda dari semua makhluk yang ada, selalu mengajak manusia untuk melakukan proses pencarian jawaban terhadap apa yang dipertanyakannya. Maka dari itu, siapapun kita, pada kenyataannya mengalami sebuah proses berfilsafat. Memang dalam ranah yang signifikan jelas membedakan. Tapi bukan berarti seseorang menolak dirinya berfilsafat atau bahkan membenci filsafat itu sendiri. Misalnya saja, ketika seseorang menyelesaikan masalah yang dihadapainya, mau tidak mau ia harus menghadapinya. Proses menghadapi inilah yang nantinya menimbulkan banyak pertanyaan; mengapa ini bisa terjadi? Siapa yang mampu membantu menyelesaikan masalah ini? dan hingga nanti berujung pada tingkat yang diinginkan yakni kebijaksanaan menghadapai masalah itu. Itulah sebabnya mengapa manusia berfilsafat.
Sebetulnya ini tidak bisa menjadi sebuah pertanyaan jika kita menanyakan sebuah alasan karena mengingat bahwa filsafat memang sudah benar-benar sebagai fitrah manusia. Filsafat itu adalah proses berpikir. Manusia sebagai makhluk yang berpikir sudah jelas akan mengaktualisasikan apa yang ia miliki. Bahkan itu sudah menjadi sesuatu yang otomatis dalam diri manusia. Hanya saja yang membedakan adalah ketika seseorang membatasi filsafat itu dalam dirinya. Ketika kita mendengar orang-orang yang tidak suka filsafat, atau menganggap filsafat sebagai ajang menuju kesesatan berpikir. Sehingga pada lapangan banyak ditemukan mereka-mereka yang belajar filsafat itu mengarah pada hal yang negatif. Paradigma inilah yang semestinya diluruskan dalam diri kita; lingkungan dan negara bahwa dengan berpegang pada sistematis filsafat maka mampu membimbing manusia menuju arah yang lebih baik. Filsafat seperti apa? Filsafat yang memang didasari dengan berbagai teori mendasar yang mampu membimbing secara bertahap menuju kebaikan itu sendiri.



Minggu, 01 Januari 2017

FILSAFAT SOSIAL

  FILSAFAT SOSIAL 

Manusia sejatinya adalah makhluk sosial, hal tersebut dibuktikan bahwa manusia sejak lahir sudah berinteraksi dengan manusia lain. Misalnya dengan ibu, ayah dan keluarganya. Segala hal dalam keberadaan manusia di mulai sejak lahir, membutuhkan peran dan bantuan orang lain seperti dalam bertahan hidup, tumbuh dan berkembang. Setiap individu lahir dalam masyarakat selalu berinteraksi dengan masyarakat sepanjang hidupnya, masyarakat adalah tempat kepribadian mereka tumbuh. Sesuai dengan bertambahnya umur, maka interaksi manusia akan bertambah luas, begitu juga ia akan mendapatkan pengalaman dan hubungan sosial dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Filsafat Sosial dewasa ini sangat dirasakan kepentingannya. Hal ini didasarkan pada perubahan dan kemajuan yang dialami oleh umat manusia, banyak sekali berbagai persoalan yang dimintai perhatian, khususnya yang menyangkut kehidupan sosial manusia.
Filsafat sosial merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari persoalan sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal dan komprehensif. Sejak kelahirannya filsafat sosial telah mendekonstruksi pemahaman masyarakat bahwa tidak selamanya apa yang ada dikolong langit telah langsung diatur oleh kekuasaan Tuhan untuk selama-lamanya.
Filsafat Sosial mencoba untuk menemukan dasar hukum yang berjalan dalam sebuah kelompok, dan pengaruh dari hubungan antar manusia yang bertujuan untuk menemukan  pemahaman tentang hakikat keberadaan manusia itu sendiri. Dalam kebudayaan barat, kita bisa menemukan jejak dari Filsafat Sosial dalam tulisan Plato yang berjudul “Republic”. Plato membuat gambaran tentang Masyarakat Ideal (Utopia), dia mengklasifikasikan masyarakat dalam tiga kategori  berdasarkan bakat mereka, yaitu sebagai Pejabat, Ksatria dan pekerja. Plato mengungkapkan bahwa Filsuf haruslah menjadi rajanya. Suryo Ediyono juga menjelaskan dalam bukunya bahwa  Filsafat sosial adalah filsafat yang mempertanyakan persoalan kemasyarakatan (society), pemerintahan (government) dan Negara (state).
Filsafat Sosial adalah filsafat tentang hubungan manusia dalam masyarakat. Inti dari masyarakat adalah manusia, masyarakat adalah organisasi dinamis dari individu-individu yang memiliki tujuan. Masyarakat adalah kelompok individu yang memiliki pandangan dan tujuan yang sama. Dengan begitu masyarakat adalah sebuah jaringan hubungan sosial. Menurut Mackenzie, “Fisafat Sosial mencari atau mencoba menjelaskan hakikat masyarakat dalam prinsip solidaritas sosial”. Filsafat Sosial menuju pada interpretasi tentang masyarakat dengan dasar pandangan kepada norma “Social Unity atau Kesatuan Sosial.