Tidak Ada
Manusia Yang Tidak Berfilsafat ?
Sebagai
manusia kita tidak pernah terlepas dari yang namanya filsafat, sadar atau tidak
sadar kita sebenarnya sudah menjalankan sebuah proses yang mendalam tentang
kegiatan berfilsafat. Filsafat
adalah ilmu istimewa yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat di
jawab oleh ilmu pengetahuan biasa, karena masalah-masalah tersebut di luar
jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
Filsafat adalah ilmu yang berusaha
mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran
atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang
yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat
juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas
dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Filsafat merupakan studi tentang seluruh
fenomena kehidupan, dan
pemikiran manusia secara kritis,
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak di dalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi, dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi
filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.
Logika merupakan
sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat.
Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu
berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa
penasaran, dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju
sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin
ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Seperti yang dikatakan oleh Immanuel khant Immanuel Kant. Immanuel khant sendiri adalah seorang filsuf termasyhur dari Jerman memiliki tiga pokok pemikiran yang harus diketahui terlebih dahulu, dikarenakan pemikirannya begitu original dan terlihat berbeda dari pemikiran para filsuf sebelumnya terutama berangkat dari filsuf Inggris bernama David Hume. Berikut ini pokok pemikirnnya:
Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Seperti yang dikatakan oleh Immanuel khant Immanuel Kant. Immanuel khant sendiri adalah seorang filsuf termasyhur dari Jerman memiliki tiga pokok pemikiran yang harus diketahui terlebih dahulu, dikarenakan pemikirannya begitu original dan terlihat berbeda dari pemikiran para filsuf sebelumnya terutama berangkat dari filsuf Inggris bernama David Hume. Berikut ini pokok pemikirnnya:
1.
Panca
indera, akal budi dan rasio. Kita sudah tahu tentang arti empirisme yang
mementingkan pengalaman inderawi dalam memperoleh pengetahuan dan rasionalisme
yang mengedepankan penggunaan rasio dalam memperoleh pengetahuan, tetapi rasio
yang kita ketahui adalah sama dengan akal dan logis, namun Kant memberi
definisi berbeda. Pada Kant istilah rasio memiliki arti yang baru, bukan
lagi sebagai langsung kepada pemikiran, tetapi sebagai sesuatu yang ada “di
belakang” akal budidan pengalaman inderawi. Dari sini dapat
dipilah bahwa ada tiga unsur yaitu akal budi (Verstand), rasio
(Vernunft) dan pengalaman inderawi.
- Dalam filsafatnya Kant mencoba untuk mensinergikan antara rasionalisme dan empirisme. Ia bertujuan untuk membuktikan bahwa sumber pengetahuan itu diperoleh tidak hanya dari satu unsur saja melainkan dari dua unsur yaitu pengalaman inderawi dan akal budi. Pengetahuan a-priori merupakan jenis pengetahuan yang datang lebih dulu sebelum dialami, seperti misalnya pengetahuan akan bahaya, sedankan a-posteriori sebaliknya yaitu dialami dulu baru mengerti misalnya dalam menyelesaikan Rubix Cube. Kalau salah satunya saja yang dipakai misalnya hanya empirisme saja atau rasionalisme saja maka pengetahuan yang diperoleh tidaklah sempurna bahkan bisa berlawanan. Filsafat Kant menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan gabungan (sintesis) antara keduanya.
- Dari sini timbullah bahwa Kant adalah seorang Kopernikan dalam bidang filsafat. Sebelum Kant, filsafat hampir selalu memandang bahwa orang (subjek) yang mengamati objek, tertuju pada objek, penelitian objek dan sebagainya. Kant memberikan arah yang sama sekali baru, merupakan kebalikan dari filsafat sebelumnya yaitu bahwa objeklah yang harus mengarahkan diri kepada subjek. Kant dapat dikatakan sebagai seorang revolusioner karena dalam ranah Filsafat Immanuel Kant pengetahuan ia tidak memulai pengetahuan dari objek yang ada tetapi dari yang lebih dekat terlebih dahulu yaitu si pengamat objek (subjek). Dengan ini tambah lagi salah satu fungsi filsafat yaitu membongkar pemikiran yang sudah dianggap mapan dan merekonstruksikannya kembali menjadi satu yang fresh, logis, dan berpengaruh.
Pemikiran
Kritisisme Immanuel Kant Filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah
filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel kant. Kritisisme adalah filsafat yang
memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan
batas-batas rasio. Perkembangan ilmu Immanuel Kant mencoba untuk menjebatani
pandangan Rasionalisme dan Empirisisme, teori dalam aliran filsafat Kritisisme
adalah sebuah teori pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan kedua macam
unsur dari filsafat Rasionalisme dan disini kekuatan kritis filsafat sangatlah
penting, karena ia bisa menghindari kemungkinan ilmu pengetahuan menjadi sebuah
dogma. Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas
kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme
sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai
kemampuan rasio secara mutlak. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan
Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini
muncul karena adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran
Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dapat kita ketahui?
2.
Apakah yang seharusnya kita
kerjakan?
3.
Sampai dimanakah harapan kita?
4.
Apakah yang dinamakan manusia?
Menjawab dari pertanyaan Immanuel khant yang
pertama “Apakah yang dapat kita ketahui? “ menunjukkan adanya pengakuan bahwa adanya batasan-batasan terhadap sesuatu
yang harus diketahui oleh manusia. Uraian mengenai batas pengetahuan ini menghasilkan teori kritik Akal
Murni (Critique of Pure Reason). Hal
ini berkaitan dengan cabang ilmu pengetahuan yaitu metafisika. Metafisika
berasal dari bahasa yunani yakni meta artinya setelah atau di balik dan phisika
artinya hal-hal di alam. Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari
penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses
analitis atas hakikat fundamental mengenai keberadaan
dan realitas yang menyertainya. Kajian
mengenai metafisika umumnya berporos pada pertanyaan mendasar mengenai
keberadaan dan sifat-sifat yang meliputi realitas yang dikaji. Pemaknaan
mengenai metafisika bervariasi dan setiap masa dan filsuf tentu memiliki
pandangan yang berbeda. Secara umum topik analisis metafisika meliputi
pembahasan mengenai eksistensi,
keberadaan aktual
dan karakteristik
yang menyertai, ruang dan waktu,
relasi antar keberadaan seperti pembahasan
mengenai kausalitas, posibilitas, dan pembahasan metafisis
lainnya. Mengingat jangkauan kajian yang dipusatkannya, metafisika menjadi
sebuah disiplin yang fundamental dalam kajian filsafat. Sepanjang sejarah
kefilsafatan, metafisika menjangkau problem-problem klasik dalam filsafat
teoretis. Umumnya kajian metafisika menjadi "batu pijakan"
atas struktur gagasan kefilsafatan dan prinsip-prinsip yang lebih kompleks
untuk menjelaskan problem lainnya. Sehingga, dalam pemahaman metafisika
klasik, metafisika membahas pertanyaan-pertanyaan mendasar yang
jawaban-jawaban atasnya dapat digunakan menjadi dasar bagi pertanyaan yang
lebih kompleks. Misalnya: adakah maksud utama dalam beradanya dunia ini? Lalu
apakah keberadaannya sebatas keberadaan yang "mengada" atau dependen
terhadap keberadaan lainnya?; Apakah tuhan/tuhan-tuhan ada? Lalu, jika ada, apa
saja hal-hal yang bisa manusia tahu/tidak tahu tentangnya?; Benarkah terdapat
hal semacam intellectus, terutama dalam pembahasan mengenai pembedaan antara
problem pemisahan entitas jiwa–badan?;
Apakah jiwa sesuatu yang nyata, dan apakah ia berkehendak bebas?; Apakah segalanya tetap
atau berubah? Apakah terdapat hal atau relasi yang selalu bersifat tetap yang
bekerja dalam berbagai fenomena?; dan
pertanyaan-pertanyaan lainnya yang sejenis. Objek bahasan metafisika bukan
semata-mata hal-hal empiri atau hal-hal
yang dapat dijangkau oleh pengamatan
individual, melainkan hal-hal atau aspek-aspek yang menjadi dasar atas realitas
itu sendiri. Klaim-klaim atas metode dan objek kajian metafisika telah menjadi
problem perenial kefilsafatan.
Menjawab pertanyaan Immanuel Khant yang kedua
mengenai “apa yang seharusnya kita kerjakan?” menunjukkan adanya pengakuan akan adanya yang lain yang membatasi aktivitas
manusiawi kita, keberadaan yang lain itulah yang kemudian menekankan apa yang
harus kita lakukan, bukannya apa yang ingin kita lakukan. Keinginan diri
selalu dibatasi kemestian dari yang lain, karena itu keinginan tergantikan oleh
keharusan. Hal ini berkaitan dengan
etika manusia. Etika berasal dari bahasa yunani kuno yakni “ethikos”
artinya “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenal standar dan
penilaian moral. Adapun batas pengetahuan mengenai etika ini menghasilkan teori
batas tindakan manusia menghasilkan Kritik Akal Praktis (Critique of Practical
Reason). Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat
bahwa manusia mempunyai perasaan etika yang tertanam dalam jiwa dan hati
sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan
buruk dan menjalankan perbuatan baik. Etika filsafat merupakan suatu tindakan
manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada pengertiannya mengenai
baik dan buruk. Etika sebagai cabang filsafat sebenarnya yang membedakan
manusia daripada makhluk Tuhan lainnya dan menempatkannya bila telah menjadi
tertib pada derajat di atas mereka. (M. Yatimin Abdullah: 2006).
Sebagaimana yang telah dipaparkan
oleh Mohamad Mufid: 2009 bahwa etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan
cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan
tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah
laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban
manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau
bertindak.
Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menolong manusia
untuk mengambil sikap terhadap semuah norma dari luar dan dari dalam, supaya
manusia mencapai kesadaran moral yang otonom. Ciri khas etika filsafat itu dengan jelas tampak juga pada perbuatan
baik-buruk, benar-salah, tetepi diantara cabang-cabang ilmu filsafat mempunyai
suatu kedudukan tersendiri. Ada banyak cabang filsafat, seperti filsafat alam,
filsafat sejarah, filsafat kesenian, filsafat hukum, dan filsafat agama.
Sepintas lalu rupanya etika filsafat juga menyelidiki suatu bidang tertentu,
sama halnya seperti cabang-cabang filsafat yang disebut tadi. Semua cabang
filsafat berbicara tentang yang ada, sedangkan etika filsafat membahas yang
harus dilakukan. Karena itu etika filsafat tidak jarang juga disebut praktis
karena cabang ini langsung berhubungan dengan perilaku manusia, dengan yang
harus atau tidak boleh dilakukan manusia.
Perlu diakui bahwa etika sebagai cabang filsafat, mempunyai batasan-batasan
juga. Contoh, mahasiswa yang memperoleh nilai gemilang untuk ujian mata kuliah
etika, belum tentu dalam perilakunya akan menempuh tindakan-tindakan yang
paling baik menurut etika, malah bisa terjadi nilai yang bagus itu hanya
sekedar hasil nyontek, jadi hasil sebuah perbuatan yang tidak baik (M. Yatim
Abdullah: 2006).
Menjawab pertanyaan Immanuel Khant
yang ketiga mengenai “sampai dimanakah harapan kita?” menunjukkan kesadaran
Kant bahwa tidak semua hal bisa diketahui, selalu ada yang terlepas dari daya
pengetahuan kita. Dari kesadaran tersebut memunculkan sesuatu yang harus
diyakini atau keyakinan, yaitu agama. Agama menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata
"agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti
"tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah
religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja
re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.adapun
batas pengetahuan mengenai batas akan harapan manusia menghasilkan teori kritik
Penimbangan (Critique of Judgment).
Menjawab pertanyaan Immanuel Khant
yang keempat mengenai “apakah yang dinamakan manusia?” menujukkan adanya
kesadaran untuk mengetahui fungsi dan kedudukan manusia di muka bumi. Ini
berkaitan dengan cabang ilmu pengetahuan yaitu antropologi. Antropologi adalah ilmu tentang manusia,
masa lalu dan kini, yang menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial
dan ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Antropologi berasal dari kata
Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia"
atau "orang", dan logos yang berarti "wacana"
(dalam pengertian "bernalar", "berakal") atau secara
etimologis antropologi berarti ilmu yang memelajari manusia. Antropologi
bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo
sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan
komprehensif. Antropologi
bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai spesies homo
sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan
komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi
dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat
manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian
lintas-budaya (Inggris cross-cultural) dalam menekankan dan
menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif
material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview).
Dari penjabaran diatas dapat
diketahui bahwa filsafat menurut Immanuel Khant adalah : Filsafat itu
ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat
persoalan, yaitu: apakah yang kita
ketahui? (dijawab oleh metafisika). Apa yang harus kita kerjakan? (dijawab oleh
etika). Sampai dimanakah harapan kita (dijawab oleh keimanan/agama). Apakah
yang dinamakan manusia (dijawab oleh antropologi).
Kemudian
kita sering menjumpai pertanyaan tentang siapa saya? Hal ini merupakan sesuatu
yang sering ditanyakan dalam filsafat, Sejauh
mana kita mengenal diri kita. Apakah selama ini kita menjalani kehidupan tanpa
mengenal diri kita, tidak tahu apa tugas kita, dan tidak tahu kemana tujuan
kita. Betapa penting mengenal diri sendiri sebelum kita mengenal arti kehidupan
yang lain. Sulit bagi orang yang tidak memahami dirinya untuk menggapai hidup
dalam ketenangan dan kesejahteraan.
Bagaimana konsep jati diri kita,
apakah sudah benar ataukah salah? Jika salah maka itu sangat berbahaya bagi
diri kita. Maka dari itu penting dalam penulisan pada lembaran pertama saya ini
mengenai Jati Diri. Sejauhmana kita mengenal diri ini. Begitu banyak
konsep-konsep jati diri menurut para pakar pengembangan diri. Namun sebagai
muslim yang baik kita kembalikan pertanyaan, dan persoalan hidup ini kepada
Al-Qur’an karena di sanalah kita akan menemukan konsep jati diri yang
sebenarnya menurut Islam.
1. Apa Itu Jati Diri. Secara umum
dalam mengenal jati diri selalu dikaitkan oleh 3 pertanyaan seperti ini :
a.
Siapa aku ?
b.
Dari mana aku ?
c.
Dan aku mau kemana ?
Pertanyaan di atas adalah pertanyaan
yang simple namun, tidak semua orang mampu menjawabnya. Karena membutuhkan
pemikiran yang sangat mendalam agar tidak salah dalam memahami dan mengenal
diri ini.
2. Apakah kita boleh mengabaikan
Jati Diri.
Tidak, kita tidak boleh mengabaikan
siapa diri kita sebenarnya. Karena sesungguhnya setelah kita mengenal diri kita
maka kita akan mengetahui makna dan tujuan hidup kita di dunia. Mereka yang
mengabaikan masalah jati diri adalah orang-orang yang tidak memiliki keberanian
untuk memahami hidupnya. Maka jadilah mereka orang-orang yang labil,
ikut-ikutan, dan berjalan tanpa arah.
Mereka
berkata “Jalani saja hidup ini”. Maukah kalian menjalani kehidupan ini tanpa
arah dan tujuan? Yang nantinya berakhir dengan kesedihan. Saya pribadi tidak
mau. Saya ingin hidup saya ini bisa sejahtera, dan berakhir dengan senyuman
indah. Maka kita harus tahu dan harus menemukan jati diri kita agar kita tahu
arah tujuan hidup kita.
3.Dimana kita bisa menemukan Jati
Diri.
Jati
diri selalu di identikkan dengan bakat, potensi dan keunikan yang ada dalam
diri kita. Tidak ada yang salah dalam opini tersebut, karena opini tersebut
berguna untuk mengetahui potensi kerja kita di mata masyarakat. Pengenalan diri
kita kepada masyarakat. Karena notabene manusia diciptakan dengan keunikan,
bakat dan potensi masing-masing. Namun ada hal yang lebih utama dari
keotentikan diri seperti bakat, potensi dan keunikan. Dan mereka yang telah
menemukan bakat, potensi dan keunikan itu bahkan belum menemukan jati diri
mereka sesungguhnya. Tak jarang banyak mereka yang sukses dalam hidup namun
masih merasa tak puas dalam menjalani hidup, tak tenang, tak tenram dan tak
bahagia.
Hanya Allah yang tahu siapa kita,
untuk apa kita ada, dan mau kemana kita. Karena Allah yang menciptakan kita.
Dan kita sering tak sadar dalam mencari konsep jati diri sesungguhnya sebagai
manusia, selain hanya mengejar kesuksesan di dunia ini. Mari kita mulai
mengenal jati diri yang sesungguhnya.
Unsur filsafat juga terdapat dalam
Visi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa : UNITRTA memiliki visi yaitu terwujudnya univeritas terbaik
yang memiliki kemandirian, kreativitas, inovasi, unggul dan kompetitif dalam
bidang pendidikan, penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni dalam rangka pengabdian kepada masyarakat. Dengan misi (1)
meningkatkan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan, (2) meningkatkan
kualitas dan kuantitas penelitian dan pengabdian masyarakat yang inovatif
berbasis kebutuhan nyata. (3) meningkatkan daya dukung tata kelola perguruan
tinggi yang baik (good university governance). Jika dikaji dengan menggunakan
empat pertanyaan pokok Immanuel Kant maka apa yang saya harapkan sudahlah jelas
bahwa mengharapkan UNTIRTA mampu menjadi universitas yang memiliki kualitas
dari kemandiriannya yang dalam kemandiriannya ini dapat diwujudkan dengan
mandiri dalam hal menjadi universitas yang mampu menjadi universitas yang dapat
berdiri dengan kemampuan untirta itu sendiri tanpa adanya interfensi dari
pihak-pihak tertentu dan mandiri dalam mencukupkan segala kebutuhan yang
dibutuhkan bila dalam segi finansial maka diharapkan unitrta mampu membiayai
segala hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran dengan pengembangan
kewirausahaan universitas sehingga mendapat kemandirian dalam segi finansial itu
sendiri. Selain itu pertanyaan apa yang dapat saya ketahui meninjau dari visi
dan misi yakni dapat mengetahui bahwa dalam proses pembelajarannya nanti akan
dihadapkan pada bagaimana relevansi pendidikan yang ditekuni dengan
permasalahan yang ada di tengah masyarakat sehingga ketika melakukan
penelitian, pengabdian, dan terjun di tengah masyarakat tersebut mampu mencari
relevansi pengetahuan akademik dengan pemecahan masalah yang konkrit terjadi
ditengah masyarakat seperti halnya dalam proses pembelajaran penulis sebagai
mahasiswa jurusan Pendidikan Sosiologi sendiri merasakan bahwa ketika dalam
proses pembelajaran selalu dihadapkan mengenai bagaimana relevansi teori dengan
permasalahan yang ada sehingga penulis mengetahui bagaimana cara
mengaplikasikan teori yang telah di dapat tersebut. Yang kemudian pertanyaan
apa yang seyogyanya saya lakukan dapat terjawab yaitu menjalankan misi yang ada
di untirta seperti memacu diri penulis untuk meningkatkan kualias dari segi
keilmuan dengan mempelajari materi yang relevan dengan pendidikan yang sedang
dijalani, karena kualitas suatu universitas itu bergantung pada bagaimana
kualitas individu mahasiswanya itu sendiri sehingga dengan meningkatnya
kualitas diri mahasiswa akan mampu mendukung terlaksananya misi meningkatkan
kualitas itu sendiri. Dan pertanyaan siapa saya dapat dijawab dengan berkaca
pada visi dan misi maka penulis adalah seorang mahasiswa ilmu sosial yang
sedang menjalankan proses pendidikan pada jenjang sarjana dengan berupaya
meningkatkan kualitas diri dan mencoba untuk dapat merelevansikan teori yang
didapatkan guna menjadi pemecahan masalah bagi permaslahan yang nyata terjadi
ditengah masyarakat itu sendiri dan mampu memenuhi kebutuhan nyata masyarakat
dari segi sosialnya melalui kajian yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan itu
sendiri. Sehingga dituntut memiliki fleksibelitas sebagai mahasiswa yang mampu
beradaptasi sehingga berdampak pada tercapainya visi dan misi melalui inovasi
dan kreativitas dalam pemecahan masalah yang dilakukan. Dengan demikian
filsafat pendidikan melalui empat pokok pertanyaan telah mampu membantu dalam
menganalisis visi misi untirta yang juga mampu menjadi lembaga pendidikan yang
dapat dijadikan sebagai tempat mencari bekal dalam menghadapi era modernisasi
seperti sekarang ini setelah ditinjau dari empat pertanyaan utama Immanuel kant
ini membantu dalam proses pemikiran kritis apakah untirta layak menjadi
universitas yang mampu membantu pembekalan di hari esok guna tercapainya
kesejahteraan yang diidamkan oleh khalayak, yang selama ini tak jarang ada yang
memandang sebelah mata mengenai univeristas yang katanya belum masuk sebagai
universitas favorit tingkat nasional namun sebenarnya keberhasilan mencapai
kesejahteraan individu tidaklah melulu mengenai dimana ia menimba ilmu tapi
juga mengenai usaha, kemauan dan kualitas si individu itu sendiri terlepas dari
mana institusi mana ia mendapat ilmu pengetahuan itu.
Jadi dari sekian banyak penjambaran diatas bahwa filsafat sudah
ada dan tertanam dalam kehidupan manusia sehari-hari, dapat disimpulkan pula
bahwa filsafat tidak dapat dipisahkan dari manusia, setiap manusia pasti
berfilsafat meskipun manusia itu tidak tahu dan mengerti apa itu filsafat. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak
ada manusia yang tidak berfilsafat. Semua aspek yang dilakukan manusia tidak
bisa lepas dari aktivitas filsafat. Sesuai dengan makna kata filsafat itu
sendiri bahwa filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Ini artinya bahwa menuju
kebijaksanaan tersebut memiliki proses yang harus dipikirkan oleh manusia untuk
mencapainya. Akal sebagai alat primer dari diri manusia sekaligus pembeda dari
semua makhluk yang ada, selalu mengajak manusia untuk melakukan proses
pencarian jawaban terhadap apa yang dipertanyakannya. Maka dari itu, siapapun kita,
pada kenyataannya mengalami sebuah proses berfilsafat. Memang dalam ranah yang
signifikan jelas membedakan. Tapi bukan berarti seseorang menolak dirinya
berfilsafat atau bahkan membenci filsafat itu sendiri. Misalnya saja, ketika
seseorang menyelesaikan masalah yang dihadapainya, mau tidak mau ia harus
menghadapinya. Proses menghadapi inilah yang nantinya menimbulkan banyak
pertanyaan; mengapa ini bisa terjadi? Siapa yang mampu membantu menyelesaikan
masalah ini? dan hingga nanti berujung pada tingkat yang diinginkan yakni
kebijaksanaan menghadapai masalah itu. Itulah sebabnya mengapa manusia
berfilsafat.
Sebetulnya ini
tidak bisa menjadi sebuah pertanyaan jika kita menanyakan sebuah alasan karena
mengingat bahwa filsafat memang sudah benar-benar sebagai fitrah manusia.
Filsafat itu adalah proses berpikir. Manusia sebagai makhluk yang berpikir
sudah jelas akan mengaktualisasikan apa yang ia miliki. Bahkan itu sudah
menjadi sesuatu yang otomatis dalam diri manusia. Hanya saja yang membedakan
adalah ketika seseorang membatasi filsafat itu dalam dirinya. Ketika kita
mendengar orang-orang yang tidak suka filsafat, atau menganggap filsafat
sebagai ajang menuju kesesatan berpikir. Sehingga pada lapangan banyak
ditemukan mereka-mereka yang belajar filsafat itu mengarah pada hal yang
negatif. Paradigma inilah yang semestinya diluruskan dalam diri kita;
lingkungan dan negara bahwa dengan berpegang pada sistematis filsafat maka
mampu membimbing manusia menuju arah yang lebih baik. Filsafat seperti apa?
Filsafat yang memang didasari dengan berbagai teori mendasar yang mampu
membimbing secara bertahap menuju kebaikan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar