ASAL DAN PERANAN FILSAFAT
a.
Asal
filsafat
Ada tiga hal
yang mendorong manusia untuk ‘berfilsafat’, yaitu sebagai berikut:
1.
Keheranan
Banyak filsuf menunjukan rasa heran (dalam bahasa
yunani thaumasia) sebagai asal filsafat. Plato misalnya mengatakan: “mata kita
member pengamatan bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini member
dorongan untuk menyelidiki. Dari penyelidikan ini berasal filsafat”.
2.
Kesangsian
Filsuf-filsuf lain, seperti Augustius (254-430 M) dan
Rene Descartes (1596-1650 M) menunjukan kesangsian sebagai sumber utama
pemikiran. Manusia heran, tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia tidak ditipu
oleh pancaindranya kalau ia heran? Apakah kitatidak hanya melihat yang ingin
kita lihat? Dimana dapat ditemukan kepastian? Karena dunia ia penuh dengan
berbagai pendapat, keyakinan, dan interpretensi.
3.
Kesadaran akan keterbatasan
Manusia memulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa
dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam
sekelilingnya. Manusia merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama
pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan. Dengan kesadaranakan
keterbatasan dirinya manusia mulai berfilsafat. Ia mulai memikirkan bahwa
diluar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas (Harry
Hamersman 1988, 11)
b.
Peranan
filsafat
Menyimak sebab-sebab kelahiran filsafat dan proses
pertimbangannya, sesungguhnya filsafat telah memerankan sedikitnya tiga peranan
utama dalam sejarah pemikiran manusia. Ketiga peranan yang telah diterapkan
ialah sebagai pendobrak, pemberantas, dan pembimbing. (Jon Hendrik Rapar, 1996,
25-27).
1.
Pendobrak
Berabad-abad lamanya intelektualitas manusia tertawan
dalam penjara tradisi dan kebiasaan. Dalam penjara itu, manusia terlena dalam
alam mistik yang penuh sesak dengan hal-hal penuh rahasia yang terungkap lewat
berbagai mitos dan mite. Manusia manerima begitu saja penuturan dongeng dan
thayul tanpa mempersoalkan lebih lanjut. Orang beranggapan bahwa segala dongeng
dan tahayul merupakan bagian yang hakiki dari sebuah warisan tradisional nenek
moyang, sedangkan tradisi itu benar dan tidak dapat diganggu-gugat, maka
dongeng dan tahayul itu sudah pasti benar dan tidak dapat diganggu gugat.
Oleh sebab itu, orang-orang Yunani yang dikatakan memiliki
suatu “rasionalitas yang luar biasa”, juga pernah percaya kepada dewi-dewi
duduk dimeja Olympus sambil mengucapkan kayangan dengan sorakan dan gelak tawa
tidak henti-hentinya. Mereka percaya kepada dewi-dewi yang saling menipu satu
samalain, licik, sering memberontak, dan kadang kala seperti anak-anak nakal.
Keadaan tersebut berlangsung cukup lama. Kehadiran filsafat
telah mendobrak pintu dan tembok tradisi yang begitu sacral dan selama itu
tidak boleh diganggu gugat. Kendati pendobrakan itu membutihkan waktu yang
cukup panjang, kenyataan sejarah telah membuktikan bahwa filsafat benar-benar
telah berperan selaku pendobrak yang mencengangkan.
2.
Pembebas
Filsafat bukan sekedar pendobrak pintu penjara tradisi
dan kebiasaan yang penuh dengan mitos dan mite itu,, melainkan juga merenggut
manusia keluar dari dalam penjara itu. Filsafat membebaskan manusia dari
kekurangan dan kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi picik
dan dangkal. Filsafat pun membebaskan manusia dari cara berfikir yang tidak
teratur dan tidak jernih. Filsafat juga membebaskan manusia dari cara berfikir
yang tidak keritis yang membuat manusia mudah menerima berbagai kebenaran semu
yang menyesatkan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa filsafat
membebaskan manusia dari segala jenis “penjara” yang hendak mempersempit ruang
gerak akal budi manusia.
3.
Pembimbing.
Bagaimana filsafat dapat membebaskan manusia dari
berbagai macam “penjara” yang hendak mempersempit ruang gera akal budi manusia
itu? Sesungguhnya, filsafat hanya sanggup melakukan perannya selaku pembimbing.
Filsafat
membebaskan manusia dari cara berfikir mistis dan miste dengan membimbing
manusia untuk berfikir secara rasional. Filsafat membebaskan manusia dari cara
berfikir yang picik dan dangkal dengan membimbing manusia secara luas dan
mendalam, yakini berfikir secara universal sambil berupaya mencapai radix dan
menemukan esensi satu permasalahan. Filsafat membebaskan manusia dari cara
berfikir yang tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk
berfikir secara sistematis dan logis. Filsafat membebaskan manusia dari cara
berfikir utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk berfikir
secara integral dan koheren.
Sumber bukunya dari mana thor
BalasHapus